Sosok

Raja Bolaang – Mongondow Eugenius Manoppo Diasingkan di Pulau Ini dan Tak Kembali Lagi

×

Raja Bolaang – Mongondow Eugenius Manoppo Diasingkan di Pulau Ini dan Tak Kembali Lagi

Sebarkan artikel ini

SATUBMR,SEJARAH – Peradaban kerajaan di Bolaang Mongondow memang selalu menarik untuk diangkat. Dari script yang diperoleh, Raja-Raja Bolaang- Mongondow ternyata memiliki kejayaan dan kekuasaan luar biasa. Bahkan, mereka rela terasing akibat melawan penjajah.

Salah satunya adalah Raja Bolaang-Mongondow ke-11, Raja Eugenius Manoppo (1764-1767). Eugenius adalah anak dari Raja Salomon Manoppo. Dari arsip penting R. J Gordon 12 Juli 1777, tecatat Eugenius Manoppo ditahan di Pulau Robben Afrika Selatan.

Raja Eugenus Manoppo di asingkan ke Pulau Roben menggunakan kapal New Rhoon oleh Kapten Cook di terima Kepala Sipir Bernardie Seer.

Robben Island di Afrika Selatan. (Dok Google earth)

Lantas mengapa Raja Eugenius Manoppo diasingkan ke Pulau Robben oleh perusahaan Perusahaan Hindia Timur Belanda bernama VOC? Seperti ditulis Sejarawan Adrianus Kojongian yang diterbitkan tahun 2018 di blognya menceritakan, Raja Eugenius Manoppo diasingkan karena perlawanan rakyat Bolaang-Mongondow dibawah Sadaha bernama Janbat (lebih dikenal sebagai Sahada Jambat).

Perlawanan ini karena klaim atas batas Minahasa dan Bolaang Mongondow dari Poigar –Pontak dan Buyat yang diubah oleh belanda.

Boleh jadi karena klaimnya (Eugenius Manoppo) terhadap bagian yang telah dimiliki Minahasa, atau karena ia menerima aliran pengungsi dari Minahasa. Dunnebier sendiri memberi fakta pada kemungkinan Raja Eugenius Manoppo tidak memenuhi kontrak, seperti dikhawatirkan Gubernur Hendrik Breton dalam memori serahterima jabatan 3 Agustus 1767. Orang Minahasa yang lari ke Bolaang-Mongondow tidak dikembalikannya.

Akibat perlawanan tersebut, Raja Eugenius Manoppo hanya tiga tahun menjadi raja. Versi Zendeling W.Dunnebier singkat sekali membahas perjalanan sejarah Raja Eugenius Manoppo, dan tidak menyebut apabila ia kemudian telah ditahan Kompeni Belanda.

Dunnebier mengutip Mededeelingen van wege het Nederlandsch Zendelinggenootschap volume 11(1867) menyebutkan, kalau Raja Eugenius Manoppo memerintah tidak lama karena telah menjadi gila, sehingga pamannya Christoffel Manoppo di tahun 1770 telah diangkat menjadi Regent.

Tulisan dari sejarawan Afrika Selatan yakni H.C.V.Leibbrandt dan Dr.Harriet Deacon justru mengungkap bilamana Raja Eugenius Manoppo telah menjadi tahanan politik di Robben Island. Raja Eugenius ditahan Kompeni Belanda di tahun 1769.

Dari ikhtisar arsip Cape of Good Hopenomor 90 tanggal 26 April 1770, dicatat Raja Bolaang-Mongondow Eugenius Manoppo tiba di Ternate tahun sebelumnya (1769). Dari Ternate ia dibawa ke Batavia (Jakarta) dengan kapal Oosthuijsen. Kemudian dengan resolusi dari Raad van Justitie Batavia (Council of Batavia) tanggal 27 Oktober 1769, Eugenius dikirim ke Cape of Good Hope dengan menggunakan kapal Vredesteijn.

Kapal Vredesteijn dengan tonase 880 yang dibangun tahun 1750, dipastikan bertolak dari Batavia tanggal 3 November 1769, serta tiba di Cape of Good Hope tanggal 3 Februari 1770.

Kondisi kesehatan bekas Raja Eugenius Manoppo juga dicatat. Meski sakit, ia tidak disebut menderita sakit ingatan seperti ditulis Dunnebier. Memang, sejak dibawa ke Batavia dari Ternate kondisinya digambarkan sangat sakit. Apalagi saat dalam perjalanan dari Batavia ke Cape. Catatannya, dia tidak hanya dalam keadaan menyedihkan ini. Tapi, alih-alih mendapatkan yang lebih baik, justru (kondisinya) semakin buruk.

Selain tidak memiliki apa-apa, akibat dari tubuhnya yang lemah, mantan Raja Eugenius Manoppo pun tidak mampu mengambil sesuatu dengan tangannya. Karena itu, ia telah meminta Gubernur Jenderal P.A.Van Der Parra jumlah (tunjangan) bulanannya agar dapat memungkinkan untuk kehidupannya di pengasingan.

Raja Eugenius Manoppo bisa hidup normal di pengasingannya di Pulau Robben. Sebab, dicatat kemudian kalau mantan raja tersebut telah ‘menghibur dirinya’ dengan membangun sebuah rumah kecil dari batu. Tahanan di Pulau Robben sebagian besarnya dijatuhi hukuman kerja paksa. Namun beberapa orang buangan dari timur yang berkedudukan lebih mulia, termasuk mantan Raja Eugenius Manoppo dan empat orang lainnya yang berstatus tahanan politik, dibebaskan dari hukuman kerja paksa.

Pekerjaan para tahanan ini adalah mengumpulkan kerang dan batu dari tambang untuk dikirim ke Cape Town. Suatu hari, meski tidak bekerja, ketika Eugenius Manoppo mengejar hak istimewanya untuk biaya hidupnya. Sang mantan raja kemudian telah dihibur oleh penguasa Robben Island, yakni Postholder Carl Christian Bernhardi serta diberikan tempat terpisah dari tempat tinggal tahanan.

Pada tahun 1681, Belanda membawa para tahanan dan budak-paksa dari kepulauan Nusantara, India dan Sri Lanka. Tahun 1744 Belanda membuang dua ulama dari Kraton Kartasura, yaitu Kyai Haji Mataram dan seorang ulama keturunan Arab, Sayed Alawie. Mereka diangkut dengan kapal yang berangkat dari Batavia, sekarang Jakarta.

Tahun berikutnya Haji Mataram wafat. Namun tak seberapa lama berturut-turut tiba Raja dari Madura, Pangeran Cakraningrat IV dan juga seorang Pangeran dari Makassar, Daeng Mangenan. Tahun 1769, datang lagi Raja Bolaang Mangondow, Eugenius Manopo. Berbeda dengan tahanan lainnya, Eugenius Manopo memperoleh tunjangan selama dua dasawarsa sebesar 36 rix dollar setahun, serta diijinkan untuk membangun pondok sederhana.

“Selain karena perlawanannya, fakta membuktikan bahwa  VOC membohongi pihak pemerintah kerajaan Bolaang dengan menawarkan kunjungan ke Amsterdam Belanda atas undangan Ratu Wilhemina kepada Raja Eugenius Manoppo. Undangan tersebut ternyata hanya siasat licik Belanda. Bukanya ke negeri Belanda tetapi nyatanya dibuang dan di asingkan ke Afrika Selatan,” ujar Pemerhati sejarah dan budaya Bolaang Mongondow Sumitro Tegela.

Raja Eugenus Manoppo tak pernah kembali ke Nusantara. Kuat dugaan Almarhum Raja Eugenius Manoppo di makamkan di Pulau Robben Afrika Selatan.

Sebelum Raja Eugenius Manoppo, Sang Ayah Raja Salomon Manoppo diasingkan ke Cape Town Afsel. Namun Raja Salomon dikembalikan akibat adanya desakan dan perlawanan rakyat Bolaang-Mongondow.

Setelah Eugenius Manoppo, sang paman yang menggantikannya bernama Raja Christoffel Manoppo juga diasingkan ke Pulau Roben Afrika Selatan dan tak kembali lagi ke Bolaang Mongondow. Pulau ini merupakan tempat pembuangan tahanan politik. Tercatat, Peraih piala Nobel perdamaian Nelson Mandela pernah ditahan selama 18 tahun di tempat ini.

Menurut Sumitro Tegela, Raja-raja Bolaang- Mongondow memiliki sejarah perlawanan termasuk terhadap penjajah Belanda. Sifat ksatria harus menjadi spirit anak muda Bolaang – Mongondow untuk menunjukkan jati dirinya.

“Kerajaan Bolaang-Mongondow (Kingdom of Boelang) pernah berjaya di masa lalu, menjadi peradaban penting dalam sejarah Sulawesi Utara. Generasi muda BMR harus bangga melihat perjalanan sejarah masa lalu untuk menjadi spirit membangun kembali peradaban terbaik masa depan di Bumi Totabuan tercinta,” tukas Sumitro.

Redaksi satubmr