POLITIK — Badan Pengawas Pemilu Sulawesi Utara (Bawaslu Sulut) melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Tahun 2020, Senin 2 November 2020.
Rasor tersebut dihadiri Komisioner Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo beserta rombongan serta para petinggi Bawaslu Sulut.
Komisioner Bawaslu Sulut Mustarin Humagi mengatakan, pos penanganan pelanggaran Bawaslu Sulut saat ini sedang sibuk mendampingi Sentra Gakkumdu kabupaten/kota yang sedang menangani pelanggaran.
“Sudah ada yang masuk ke tahap penyidikan. Selain itu kami juga masih terus memantau potensi pelanggaran lainnya,” jelas Mustarin.
Dalam pendampingan, Mustarin mengatakan pihaknya menemukan sebuah kasus dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh salah satu anggota tim sukses (timses) pasangan calon (paslon) di Bolaang Mongondow Timur (Boltim).
“Oknum tersebut sudah menghalangi kerja kami sebagai penyelenggara pilkada. Sedang kami seriusi karena berpotensi masuk ke tindak pidana,” tambah Mustarin.
Di sisi lain, Ketua Bawaslu Sulut Herwyn J. Malonda mengatakan bahwa sentra gakkumdu beban kerjanya bertambah karena kelompok kerja (pokja) Covid-19 Bawaslu Sulut tidak ada penambahan personel.
“Hasil rakor bersama kapolda, kajati, dan danrem beberapa waktu lalu menyatakan dari pihak mereka tidak ada personel baru untuk Pokja Covid-19. Jadi yang masuk Pokja Covid-19 juga menangani kasus dalam Sentra Gakkumdu,” terang Herwyn.
Namun Herwyn menjamin bahwa koordinasi serta penyediaan anggaran akan tetap berjalan dengan baik.
Ratna menambahkan bahwa pembentukan Pokja Covid-19 ini penting karena merupakan tindak lanjut dari PKPU Nomor 13 Tahun 2020.
Penyelenggara pemilu harus memastikan bahwa Pilkada 2020 bisa berjalan dengan baik dan tidak menjadi klaster baru Covid-19, sehingga penerapan protokol kesehatan harus dipertegas.
“Pokja Covid-19 ini akan memperjelas tugas masing-masing stakeholder agar kedepannya tidak terjadi saling lempar tanggung jawab lagi,” jelasnya.
Selain Covid-19, para penyelenggara pemilu serta stakeholder terkait juga perlu memperhatikan hal lainnya.
Menurut Ratna, ada tiga jenis calon yang haeus diperhatikan yakni petahana, calon yang memiliki hubungan kekerabatan dengan pemegang jabatan saat ini, serta calon yang memiliki hubungan dengan pemegang jabatan strategis lainnya.
“Tentu kita harus mampu mendeteksi titik rawan dan risiko yang akan terjadi. Kalau seperti ini, tetap ada potensi penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan kontestasi Pilkada 2020,” tandas Ratna.(*)