SATUBMR,MANADO – Bertempat di gudang Imaji Coffee, Puanacitya, sekolah alternatif perempuan Sulut, menggelar diskusi dengan tema “membincang demokrasi Indonesia Pasca Pilpres 2019”.
Menghadirkan pembicara Saidiman Ahmad, yang merupakan Peneliti di Saiful Mujani Reaserch & Consulting (SMRC), dan di dampingi moderator Ananda Lamadau, mahasiswa Pasca Sarjana UNAS Jakarta.
Dalam pemaparannya, Saidiman menyampaikan bahwa, banyak orang menilai demokrasi Indonesia menurun karena memburuknya kebebasan sipil atau civil liberties beberapa tahun belakangan. Persekusi pada kelompok minoritas menjadi isu utama yang menyebabkan skor demokrasi Indonesia menurun.
Lanjut Saidiman, untuk aspek political rights, Indonesia masih cukup oke. Dunia internasional dan publik menilai penyelenggaraan Pemilu berjalan jujur dan adil.
Menurut Saidiman, memang ada persoalan pada politik identitas. Sejak 2014, isu identitas masuk ke dalam materi kampanye para kandidat dan tim sukses. Namun demikian, sebenarnya di tingkat masyarakat pemilih, politik identitas tidak terlalu berpengaruh. Buktinya partai-partai agama tidak pernah mendapatkan suara mayoritas sejak Pemilu 1999.
Pada Pilpres 2014 dan 2019, Jokowi mendapatkan serangan paling besar dalam kampanye SARA. Tetapi dalam dua kali Pilpres, dia mendapatkan dukungan pemilih secara meyakinkan. Menurut exit poll SMRC, yang percaya pada isu SARA yang dipakai untuk menyerang Jokowi juga tidak banyak. Artinya sebenarnya publik tidak terbeli dengan kampanye politik identitas
Penggunaan sentimen identitas dalam kampanye akan tetap marak bukan karena publik menginginkannya, melainkan karena rendahnya kualitas para calon. Tidak banyak calon yang memiliki platform dan rekam jejak yang baik untuk ditawarkan. Di daerah di mana muncul calon dengan platform dan rekam jejak yang baik, para kandidat itu dengan sangat meyakinkan memperoleh dukungan publik. Artinya, pada dasarnya publik Indonesia rasional.
“Masalahnya seringkali supply kandidat yang baik tidak banyak. Kenapa ini terjadi? Itu karena lembaga yang memproduksi para kandidat itu masih memakai pola lama. Lembaga itu adalah partai politik. Parpol dikuasai oligarki dan dinasti keluarga. Ini paradoks. Di satu sisi publik semakin rasional, tapi partai politik masih pakai sistem kerajaan” tegas saidiman.
Sebelum diskusi ditutup, Milla Ukoli, salah satu penggagas Puanacitya menyampaikan kegiatan diskusi semacam ini akan terus dilaksanakan, sebagai salah satu upaya untuk terus merawat tradisi berpengetahuan di anak muda terutama perempuan di manado dan sulawesi utara pada umumnya.
Tim