Sulut

Sanksi Adat Pulau Karatung untuk Pasangan Selingkuh

×

Sanksi Adat Pulau Karatung untuk Pasangan Selingkuh

Sebarkan artikel ini
Sanksi adat. Rangga saat membacakan sanksi adat. Sumber: Humas Polres Talaud

SATUBMR,TALAUD– Sanksi adat di Nusantara masih terus dipertahankan oleh warganya. Sanksi adat ini mengatur soal pelanggaran terhadap norma sosial. Di Pulau Karatung, Kecamatan Nanusa, Kabupaten Kepulauan Talaud masih menerapkannya.

Tahun 2018 lalu, dua insan di Desa Karatung bukan suami istri, terlibat cinta terlarang. Si Wanita, sebuh saja Bunga berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) menjalin hubungan serius dengan pria beristri sebut saja Rangga yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).  

Keduanya didapati melakukan hubungan layaknya suami istri. Hubungan Bunga dan Rangga terbongkar saat pukul 02.30 WITA, perempuan sebut saja Melia, hendak mencari suaminya yang belum pulang.

Saat berjalan ke belakang rumah, tiba-tiba Melia melihat Bunga berlari tanpa memakai celana. Celana milik Bunga tertinggal di pekuburan tepat di belakang rumah tersebut.

Melia kemudian mengambil celana tersebut dan dibawa ke rumahnya.

Keesokannya, Bunga datang ke rumah Melia dengan maksud untuk mengambil celana tersebut. Bunga kemudian mengaku kepada Melia kalau dia telah melakukan perbuatan persetubuhan dengan Rangga.

Berdasarkan pengakuan, keduanya telah berhubungan sejak tahun 2013 yang lalu. Keduanya melakukan perbuatan itu karena didasari hubungan suka sama suka.

Milea tak terima dengan perbuatan suaminya tersebut dan melaporkannya ke Pemerintah Desa Karatung.

Akibatnya, Bunga dan Rangga menjalani sidang adat di desanya. Sidang Adat dipimpin oleh Ratu’n Banua Desa, Ginimbale H. Bungkaes, Inangu Wanua Desa Ginimbale M. Samura, Kepala Desa Karatung Selatan B. Gahansa, Kepala Desa Karatung Tengah D. Lua.

Hadir juga Pentua Adat, Babinsa Desa Karatung Selatan Serda Moningkey, Bhabinkamtibmas Desa Karatung Selatan Briptu Kenedi, Kanit Bimas Bripka D. M. Lua dan KSPK T. J. Pasahokang.

Kepala Desa Karatung Selatan mengatakan, dalam sidang adat ini, siapapun yang tersangkut dalam kasus dalam desa harus diselesaikan secara adat.

“Karena adat di Desa Karatung seperti ini, jadi ketika ada permasalahan, khususnya perzinahan atau hugel kasus tersebut harus melalui sidang adat terlebih dahulu, untuk memutuskan apakah kasus tersebut ditangani oleh hukum adat atau langsung dibawa ke pihak Kepolisian,” jelasnya.

Hasil sidang adat menyatakan, kedua pelaku perselingkuhan tersebut mendapatkan hukuman adat, yaitu berteriak di dalam kampung dengan kalimat ‘Jangan mengikuti kami, karena kami telah berbuat zinah’.

“Ini untuk diperdengarkan ke masyarakat Desa Karatung hingga ada efek malu dan efek jera,” kata Kepala Desa.

Tim