Situasi Pasar Mama Mana Papua. (Ksp)
SATUBMR,JAYAPURA – Adzan Maghrib baru saja berlalu. Seorang wanita setengah baya menghampiri rombongan dari Jakarta yang sedang berkunjung ke Pasar Mama-Mama Papua di Jalan Percetakan, Kota Jayapura.
Wanita itu, Mama Yuliana Pigay berkaos hijau dengan tutup kepala jaring-jaring merah, melempar senyumnya.
“Sa jaga sa pu kaka ada sakit di rumah sakit, jadi sa baru bisa datang malam ini. Nanti dari pasar sa pi jaga dia lagi (Saya jaga kakak saya yang sakit di rumah sakit, jadi saya baru bisa datang malam ini. Nanti dari pasar, saya jaga kakak saya lagi),” kata Mama Yuliana yang menyapa dengan logat kentalnya.
Jamaknya dia berjualan sejak pagi. Tapi sejak beberapa hari terakhir dia hanya bisa membuka lapak dagangannya menjelang sore.
Hari itu tamunya Agantaranansa Juanda, Tenaga Ahli dari Kedeputian V Kantor Staf Presiden ingin menemuinya. KSP datang ke Papua sekaligus untuk melihat perkembangan Otonomi Khusus bagi Papua yang genap 17 tahun pada 21 November 2018 lalu.
Pasar Mama-Mama Papua ini sebagai bagian dari Program penguatan ekonomi rakyat.
“Bertahun-tahun pasar tradisional di Jayapura berada dalam kondisi yang seadanya. Pasar Mama-mama ini menjadi bukti Presiden memberi perhatian perkembangan ekonomi masyarakat,” kata Theofransus Litaay, Tenaga Ahli Kedeputian V yang menangani masalah Papua, Kamis (29/11) di Kantor Staf Presiden.
Pasar Mama-mama ini adalah respon Presiden terhadap keinginan perempuan Papua untuk memiliki tempat berjualan yang layak. Nama Yuliana memang tak bisa lepas dari Pasar Mama-Mama Papua. Sejak 2003, dia keluar masuk institusi pemerintah dengan menenteng proposal, berusaha membuka jalan bagi peningkatan ekonomi orang Papua. Usahanya membawa hasil manis.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo memberi respon. Bahkan awal April lalu, Presiden Joko Widodo sendiri yang meresmikan Pasar Mama-Mama Papua ini. Pasar berlantai tiga itu terlihat modern dengan rangka baja yang menopang. Setiap lantai mempunyai luas setara dengan lapangan futsal.
Saat ini lantai dasar telah terisi penuh. Lantai dua yang dikhususkan untuk penjual pinang baru terisi seperempatnya. Lantai ketiga masih kosong. Pedagang tetap tidak kurang dari 200 mama. Sementara sekitar 100 mama jadi penjual musiman buah dan sayur.
Hasil laut juga dijual melengkapi salah satu sudut pasar. Sambil berkaca-kaca, Mama Yuliana berucap syukur. Kini mereka bisa berjualan dengan tenang di pasar yang bersih, rapi, dan teratur.
Sebelumnya mereka harus menggelar dagangan di atas plastik beralas tanah, berjejer di jalanan. Kini dengan adanya pasar modern yang mereka miliki bukan hanya menjadi sumber nafkah, tetapi juga menjadi tempat sosialisasi para wanita.
Sembari menunggu pembeli, mereka bisa saling berbagi cerita dengan nyaman. Menjelang tengah malam, para pedagang mulai berkemas. Ada yang bergegas pulang ke rumah. Tapi tidak untuk Mama Yuliana. Dia akan kembali ke rumah sakit untuk menunggui kakaknya yang sakit.
Namun dia sempatkan mengantarkan tamunya dari Jakarta untuk membeli buah tangan.
“Sa titip ucapan terima kasih kepada Presiden. Juga untuk semua orang yang membuat kami baik ke depan,” kata Yuliana, sambil melepas tamunya. Pisang dan alpukat menjadi tentengan dalam menemani perjalanan pulang.
Tim satubmr