Hukrim

Polda Metro Jaya Tangkap Pemilik Akun X ‘Bjorka’ Gadungan, Diduga Coba Peras Bank Swasta

×

Polda Metro Jaya Tangkap Pemilik Akun X ‘Bjorka’ Gadungan, Diduga Coba Peras Bank Swasta

Sebarkan artikel ini
Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus ilegal akses dan manipulasi data digital yang menyeret seorang pemuda berinisial WFT (22), pemilik akun media sosial X, Kamis (2/10/2025). Foto SC Polda Metro Jaya

SATUBMR,JAKARTA – Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus ilegal akses dan manipulasi data digital yang menyeret seorang pemuda berinisial WFT (22), pemilik akun media sosial X bernama @bjorka dan @Bjorkanesiaa. Ia ditangkap pada Selasa (23/9) di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.

“Pelaku mengunggah tampilan database seolah-olah merupakan data otentik milik nasabah bank swasta, dan mengklaim telah meretas 4,9 juta akun,” ungkap Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (2/10).

Modus Manipulasi dan Pemerasan

Kasus ini terungkap setelah salah satu bank swasta melaporkan adanya dugaan pembobolan data pada Februari 2025. WFT, melalui akun X yang meniru nama peretas terkenal ‘Bjorka’, memposting tampilan yang diklaim sebagai data nasabah, bahkan sempat mengirim pesan langsung ke akun resmi bank tersebut.

“Modusnya adalah menciptakan kesan seolah-olah sistem bank sudah diretas. Tujuan utamanya adalah untuk memeras pihak bank,” jelas Fian.

Sudah Beraksi Sejak 2020

Dari hasil penyelidikan, polisi menyita dua ponsel, satu tablet, dua kartu SIM, dan sebuah flashdisk yang berisi 28 akun email milik tersangka. WFT diketahui telah aktif di media sosial dan menggunakan identitas ‘Bjorka’ sejak tahun 2020.

“Meski belum terbukti meretas sistem bank secara langsung, postingan tersebut berdampak serius pada reputasi dan kepercayaan nasabah terhadap bank,” kata Fian.

Terancam 12 Tahun Penjara

Tersangka dijerat dengan pasal berlapis dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara dan denda hingga Rp12 miliar.

Pihak kepolisian menegaskan bahwa tindakan seperti ini tidak hanya merugikan institusi keuangan, tetapi juga mengancam kepercayaan publik terhadap sistem digital nasional.