SATUBMR.COM–Hoax yaitu informasi yang dibuat-buat atau direkayasa untuk menutupi informasi yang sebenarnya. Dengan kata lain, hoax diartikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang seolah-olah meyakinkan akan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya.
Masyarakat diminta mewaspadai keberadaan media penyebar hoax dan radikalisme yang akhir-akhir ini sudah sangat mengkhawatirkan. Media-media tersebut sengaja membuat berita bohong untuk melakukan propanganda yang tujuannya untuk menciptakan suasana tidak kondusif, bahkan bisa mengancam disintegrasi bangsa.
masyarakat harus pintar agar tidak terkecoh berita bohong dari media penyebar hoax dan radikalisme.
kita harus cerdas dan kritis saat menerima informasi, utamanya dari media di dunia maya maupun media sosial. Jangan langsung percaya dengan apa yang kita dapat dari media. Verifikasi lebih dulu, sebelum mempelajari atau menyebarkan lagi.
Hoaks bekerja dengan mengeksploitasi sisi psikologis manusia yang dengan itu bisa menimbulkan keresahan, kecemasan, hilangnya penghormatan, bahkan berpotensi memicu pertikaian dan perpecahan di masyarakat
AKIBAT BURUK HOAKS BAGI REMAJA
Dilansir dari Sindonews, Ada akibat lain yang bersifat jangka panjang yang mesti diantisipasi, khususnya oleh kalangan orang tua. Hoaks kini dengan mudah dikonsumsi oleh anak-anak dan remaja. Penyebaran konten digital nyaris tanpa filter memungkinkan anak dan remaja mengakses informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Akibat buruk dari berita bohong adalah munculnya rasa saling curiga, sikap tak percaya, intoleransi, bahkan kebencian terhadap pihak atau kelompok tertentu. Usia muda dengan kemampuan mengolah informasi yang masih terbatas berpotensi membuat anak dan remaja mudah terpapar efek buruk dari hoaks.
Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2017, sekitar 143 juta orang kini telah terhubung jaringan internet. Sebanyak 49,52% adalah mereka yang berusia 19 hingga 34 tahun. Pengguna internet usia ini paling besar, disusul posisi kedua usia 35 hingga 54 tahun, yakni 29,55%.
Adapun remaja usia ke-13 hingga ke-18 tahun menempati posisi ketiga dengan porsi 16,68%. Terakhir orang tua di atas 54 tahun hanya 4,24% memanfaatkan internet. Dalam mendidik anak, tentu orang tua tidak bisa lagi sekadar mengandalkan peran guru di sekolah.
Karena sumber informasi anak kini lebih banyak diperoleh melalui gawai, tidak ada jalan bagi orang tua selain terlibat lebih intensif mengawasi dan mendidik anak. Lalu, apa yang bisa dilakukan orang tua untuk menghindarkan anak dan remaja dari paparan hoaks?
Pertama, salah satu kunci bagi terciptanya relasi yang seimbang adalah komunikasi. Dalam hal ini, orang tua harus bertindak sebagai teman bagi anak. Penting untuk memberi contoh kepada anak untuk tidak mudah mengakses sumber-sumber informasi yang kredibilitasnya diragukan.
Bahkan dilansir dari Kompas.com Beberapa pelaku penyebaran hoax yang berhasil ditangkap polisi ternyata masih berstatus pelajar. Hal ini sangat memprihatinkan.
Menurut Head of Social Media Management Center dari Kantor Staf Presiden RI, Alois Wisnuhardana, remaja mudah percaya pada hoax karena anak muda memang cenderung emosional. Setiap informasi yang masuk, apalagi yang sensasional, akan langsung disebarkan.
“Selain itu banyak remaja yang malas membaca. Minat baca orang Indonesia berada di urutan 60 dari 61 negara,” kata Wisnu dalam acara peluncuran kampanye “Enaknya Nggak Hoax” yang digelar oleh So Tango di SMK Negeri 19 Jakarta (20/9/2017).
Berikut beberapa tips yang bisa dicoba untuk menghindari berita hoax:
1. Cek sumber informasi/ beritScroll untuk membaca
Yang wajib dilakukan. Sebelum menelan informasi yang diterima, coba cek dulu sumber beritanya. Terutama, jika tersebar lewat grup Whatssapp. Wajib ditelaah dulu, sumber berita dan informasinya dari mana. Kalau tidak ada sumbernya.
2. Cek kelengkapan informasi
Sering terjadi nih. Sebuah informasi viral, kemudian memicu perdebatan. Padahal yang tersebar itu cuma ‘sepotong’ alias informasinya kurang lengkap. Jadi, ada baiknya kalau dapat informasi yang memantik emosi atau provokatif, ditelusuri lagi. Apakah beritanya sudah lengkap atau hanya potongan saja.
3. Jangan termakan judul
Sebelum baca berita, pasti kita baca judulnya dulu. Bisa dibilang judul itu seperti pintu masuk ya. Wajar saja banyak berita yang menggunakan judul clickbait untuk memancing rasa penasaran pembaca. Tapi, tidak jarang judul itu tidak sesuai dengan isi artikelnya. Jadi, kalau lihat judul yang kelihatannya agak aneh atau terlalu berlebihan, coba dibaca dulu isi artikelnya ya sebelum dikonsumsi informasinya. Setidaknya kesimpulan yang diperoleh pembaca bisa lebih berimbang.
4. Periksa keaslian foto atau video
Saat ini tidak hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat hoax juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca. Cek dulu keaslian foto dengan cara sederhana. Coba drag-and-drop foto ke kolom pencarian Google Images, maka hasil pencarian akan menampilkan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.
5. Perhatikan tanggal artikelnya
Ini juga wajib dilakukan ya. Kadang, ada orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang entah dengan tujuan apa, tiba-tiba mengunggah lagi berita jadul dan menjadi viral di dunia maya. Sebelum membaca beritanya, cek dan perhatikan lagi tanggal artikelnya ya.
6. Jangan asal share
Hoax gampang banget beredar karena seringkali orang begitu dapat info, langsung share ke orang-orang terdekatnya tanpa repot-repot cek kebenarannya. Nah, sebelum membagikan kembali, coba dilihat dulu kebenaran beritanya. Cek di Google atau cari referensi berita serupa dari situs online resmi, kemudian bandingkan isinya, apakah sama atau berbeda, atau sudah ada informasi yang menyatakan kebenaran berita tersebut.
Selain beberapa tips yang sudah dibagikan diatas terkait cara mengenali atau mendeteksi berita hoaks, masyarakat juga dapat mengakses atau memeriksa suatu informasi yang masih diragukan kebenarannya di cekfakta.com atau Mafindo. keduanya adalah situs khusus menjari kebenaran suatu berita atau peristiwa yang tersebar di media sosial yang bisa dipercaya karena dikerjakan oleh orang-orang yang sangat profesional. Berikut penjelasan dan cara kerja kedua situs tersebut:
MAFINDO
MAFINDO adalah komunitas anti-hoaks yang telah resmi menjadi lembaga nirlaba yang sah secara hukum pada tahun 2016. Pada saat ini, MAFINDO terdiri dari lebih dari 95.000 anggota daring, memiliki lebih dari 1.000 relawan, dan lebih dari 20 cabang di berbagai penjuru Indonesia. MAFINDO juga mempunyai tim profesional dalam melakukan tugasnya.
MAFINDO melakukan berbagai kegiatan untuk melawan infodemic / wabah hoaks, seperti hoax busting, edukasi publik, seminar, sarasehan, advokasi ke berbagai pihak, membangun berbagai teknologi anti-hoaks, grassroot engagement, penelitian dan riset, dst.
Telah tersertifikasi secara Internasional oleh International Fact Checking Network (IFCN), dan pada saat ini, MAFINDO telah menjalin berbagai kerjasama dengan berbagai komunitas, para akademisi, organisasi masyarakat sipil lainnya, para tokoh masyarakat, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Uni Eropa, World Health Organization (WHO), United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF), Centers for Disease Control (CDC), Google, Facebook, dan berbagai pihak lainnya.
Semua dilakukan MAFINDO dan jaringannya untuk turut membangun daya berpikir kritis di masyarakat
Cek Fakta ada bagian dari produk jurnalistik yang Pengerjaannya pada dasarnya mirip dengan proses kerja jurnalistik biasa, namun dengan langkah-langkah yang lebih terstruktur, terukur, sekaligus berusaha lebih transparan menampilkan sumber-sumbernya.
Metode Kerja & Penyajian
Kabar, klaim, maupun informasi yang hendak diperiksa atau diuji faktanya bisa didapat dari pemberitaan yang beredar, info-info di media sosial, maupun yang viral di masyarakat, dengan syarat harus jelas sumbernya (sebaiknya dilengkapi tangkap layar/screen capture).
Kabar/klaim/informasi tersebut kemudian dicek kebenarannya, terutama dengan mencari atau menghubungi sumber-sumber kredibel yang terkait, mulai dari tokoh/lembaga resmi, data resmi, bukti visual/audio orisinil atau yang terkait, berita-berita terkait di media massa, hingga hasil periksa fakta yang pernah dipublikasikan sebelumnya (jika ada). Dalam hal ini, penelusuran juga memanfaatkan jaringan kolaborasi media se-Indonesia yang antara lain hadir lewat CekFakta.com, termasuk dengan salah satu rekanannya yaitu Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) yang mengelola Turnbackhoax.id.
Hasil pengecekan atau penelusuran kemudian dicermati atau dianalisa, bila perlu dicek ulang lewat sumber-sumber lainnya, sebelum kemudian didapat kesimpulan untuk ditulis dan disajikan.
Penyajian konten Cek Fakta sendiri secara umum akan tersusun sesuai urutan: judul dan ringkasan, penjelasan klaim/informasi apa yang diperiksa, penelusuran dan hasilnya, kemudian bisa diakhiri dengan kesimpulan.
Jhay Yambat