KOTAMOBAGU, SATUBMR.COM – Hampir di setiap gerai Indomaret dan Alfamart di Kota Kotamobagu, rak kebutuhan harian tampak penuh dengan beragam produk.
Namun, jika diperhatikan lebih cermat, mayoritas produk yang terpajang justru berasal dari luar daerah.
Dari puluhan rak yang tersedia, hanya segelintir saja yang menampilkan produk UMKM asli Kotamobagu.
Hasil penelusuran di sejumlah gerai pada memperlihatkan bahwa sebagian besar makanan ringan, bumbu dapur, dipasok dari Manado, Gorontalo, bahkan Makassar.
Sementara produk UMKM lokal, jumlahnya bisa dihitung dengan jari bahkan tidak ada.
Keluhan Pelaku UMKM Kotamobagu
Nassar Bin Awwat, pemilik UD. Berlian NBA di Kelurahan Pobundayan, mengaku sudah berulang kali berusaha agar produknya masuk ke rak minimarket modern.
“Kami sudah ikuti semua prosedur, bahkan sampai menandatangani perjanjian bermaterai. Tapi ujung-ujungnya tidak ada kepastian,” keluhnya, Selasa (26/8/2025).
Padahal, UD. Berlian NBA yang berdiri sejak 1985 sudah mengantongi izin BPOM, sertifikasi halal MUI, dan memiliki kemasan modern.
Namun hingga kini, produk bumbu dapur tradisional khas Kotamobagu itu masih sulit menembus jaringan ritel besar.
“Biaya operasional dan waktu yang habis sangat memberatkan,” tambah Nassar.
Konsumen Kecewa
Keluhan juga datang dari masyarakat. Ryan Mokodompit, warga Kotamobagu Timur, menuturkan bahwa dirinya kerap kesulitan menemukan produk lokal di minimarket.
“Saya suka beli sambal dan keripik buatan lokal karena rasanya beda. Tapi di Indomaret dan Alfamart hampir tidak ada. Kalau mau cari, ya harus ke pasar atau langsung ke rumah produksinya,” katanya.
Senada dengan itu, Nayla Mutty, seorang pegawai swasta, berharap ada ruang khusus untuk produk lokal di minimarket.
“Sayang sekali, padahal produk lokal tidak kalah kualitasnya. Harusnya diberi tempat khusus agar mudah dikenali,” ujarnya.
Pemda Akui Minimnya Produk Lokal
Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UMKM Kotamobagu, Ariono Potabuga, mengakui minimnya produk lokal di rak minimarket.
“Sejauh ini, produk lokal yang berhasil masuk jumlahnya masih sangat kecil. Dari puluhan UMKM yang mencoba, hanya sekitar 2–3 yang berhasil terpajang. Sisanya didominasi produk luar daerah,” ungkapnya.
Ariono menegaskan perlunya langkah nyata dari pihak ritel.
“Idealnya, Indomaret dan Alfamart membuka divisi khusus produk lokal di Kotamobagu. Sosialisasi standar produk juga harus dilakukan secara terbuka,” katanya.
Ia juga menyinggung adanya dasar hukum berupa Peraturan Kepala BKPM Nomor 1 Tahun 2022 yang mengatur kemitraan antara usaha besar dengan UMKM.
“Minimarket sebagai usaha besar seharusnya memberi ruang lebih bagi UMKM lokal untuk masuk ke rantai pasok mereka,” tegasnya.
Tangapan Pengamat, Uang Belanja Mengalir Keluar Daerah
Pengamat ekonomi lokal dari Universitas Dumoga Kotamobagu (UDK), Dr. Rachman Mokoginta, menyebut fenomena ini sebagai bentuk asimetri pasar.
“Seharusnya ritel modern menjadi mitra strategis UMKM. Tapi jika pintunya terlalu sempit, justru mereka hanya jadi saluran distribusi produk luar. Dampaknya, uang belanja masyarakat Kotamobagu lebih banyak mengalir keluar daerah,” jelasnya.
Rachman mendorong pemerintah daerah memperjuangkan regulasi yang lebih pro-UMKM.
“Di beberapa daerah, ritel modern diwajibkan menyediakan minimal 20 persen rak untuk produk lokal. Mungkin Kotamobagu perlu mempertimbangkan kebijakan serupa,” ujarnya.
Realitas di Lapangan
Minimnya produk lokal di minimarket bukan hanya merugikan UMKM, tetapi juga konsumen yang kehilangan kesempatan menikmati produk khas daerah.
Di balik slogan manis soal keberpihakan pada UMKM, kenyataan di rak-rak minimarket justru menampilkan jurang yang lebar, dominasi produk luar, dan produk lokal masih menjadi penonton.***