Donald Q. Tungkagi
Akademisi dan Direktur The Bolmongraya Institute
Bolmong 100 Hari
Sejatinya, setiap pemerintahan adalah sebuah janji yang lahir dari harapan publik. Yusra-Dony, dua nama yang berikrar membawa Bolaang Mongondow menjadi “JUARA”: maju dan Sejahtera, kini telah menapaki 100 hari pertama mereka.
Seratus hari yang menjadi semacam “laboratorium etika” bagi publik, dengan pertanyaan seberapa jauh kata “komitmen” itu masih memiliki arti, dan seberapa kuat ia bertahan di antara kabut birokrasi yang sering menjadi labirin kepentingan.
Seratus hari memang bukan waktu yang cukup untuk mengukur keseluruhan capaian. Tapi ia menjadi jendela kecil yang bisa dipakai untuk menilai arah, bukan sekadar deretan seremonial. Seperti seorang petani yang menanam benih, kita tidak berharap panen dalam waktu singkat, tetapi setidaknya kita ingin tahu, benih itu ditanam di ladang yang subur atau hanya di pot plastik untuk pamer.
Dalam durasi sependek itu, apakah substansi program kerja Yusra-Dony benar-benar bisa terwujud, ataukah kita hanya disuguhi teater politis yang gemerlap? Mari kita bedah, dengan apresiasi, kritik, dan harapan, di atas panggung realitas dan retorika.
Apresiasi: Cahaya di Tengah Ilusi
Di antara segala hiruk-pikuk janji dan seremonial, beberapa inisiatif Yusra-Dony memang layak mendapat sorotan, bahkan mungkin, tepuk tangan. Bukan karena sempurna, tetapi karena keberaniannya untuk mencoba memecah kebekuan.
Misi Pendidikan sebagai Panggung Peradaban
Konsep pembangunan perguruan tinggi negeri di lahan 10 hektare bukanlah sekadar angka, melainkan simbol. Simbol dari sebuah ambisi untuk mengangkat harkat intelektual masyarakat Bolmong. Mengapa penting? Karena pendidikan adalah investasi paling fundamental dalam melahirkan peradaban, bukan sekadar komoditas.
Gagasan kampus moderasi juga patut diapresi, integrasi dua kampus berlatar agama berbeda IAIN Manado (Islam) dan IAKN Manado (Kristen) di Dumoga Raya menjadi luar biasa, merupakan langkah strategis mendekatkan akses pendidikan tinggi bagi Masyarakat. Tak sekadar pemerataan akses bangunan fisik, namun pemerataan pada kesempatan untuk masyarakat mengakses pendidikan tinggi.
Tak hanya itu, pengembalian fungsi bus sekolah menjadi tulang punggung mobilitas siswa dari sebelumnya dialihfungsi pengangkut ASN, merupakan gestur kecil namun beresonansi besar. Seakan menunjukkan pengakuan fundamental bahwa prioritas pemerintahan Yusra-Dony adalah siswa, bukan birokrat. Esensi ini yang dilupakan pemerintahan sebelumnya, Yusra-Dony kembali mengingkatkan kita akan hak dasar anak-anak usia sekolah untuk mendapatkan pendidikan layak tanpa hambatan ruang geografis.
Selain itu, upaya Yusra-Dony menghadirkan SMA Unggulan Garuda, program visioner dari Presiden Prabowo, di Bolmong, adalah sebuah janji akan peningkatan kualitas pendidikan yang berpotensi menjadi mercusuar di timur Indonesia.
Misi Kesehatan: Bukan Sekadar Pengobatan, Tapi Hak Asasi
Peluncuran layanan kesehatan gratis, melalui kolaborasi Dinas Kesehatan dan TP PKK, adalah sebuah oase di tengah gurun birokrasi yang kerap kering empati. Ini adalah pengakuan bahwa kesehatan bukanlah barang mewah, melainkan hak fundamental setiap warga negara.
Pemeriksaan kesehatan, ambulans, dan memastikan keaktifan BPJS, ini semua adalah detail-detail praktis yang menunjukkan komitmen nyata, bukan sekadar retorika kosong. Jika ini berkelanjutan, dampaknya akan terasa hingga ke lapisan masyarakat paling bawah, tempat di mana kesehatan kerap menjadi kemewahan.
Misi Tata Kelola: Mengurai Benang Kusut Birokrasi
Kedisiplinan ASN dan ketegasan dalam menindak honorer bodong adalah sebuah pertarungan yang sengit. Integritas birokrasi adalah fondasi dari pemerintahan yang bersih. Fenomena honorer bodong yang menyalahgunakan sistem untuk ikut seleksi PPPK adalah kanker yang menggerogoti kepercayaan publik.
Tekad Yusra-Dony untuk mengawal seleksi PPPK dengan prinsip keadilan, mencoret peserta yang tidak memenuhi syarat dimulai dari kemenakan Bupati Yusra sendiri, dan menindak oknum yang terlibat manipulasi data, bahkan hingga ranah hukum, patut diberi apresiasi. Dari sini aturan tak sekedar diteggakan, melainkan moral ditinggikan. Sebuah upaya mengembalikan prinsip meritokrasi dalam sistem yang seharusnya.
Selain itu, sinergi dengan Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) dalam peningkatan SDM seperti ajakan penugasan dokter residen di RSUD Lolak dan penerimaan mahasiswa asal Bolmong di Fakultas Kedokteran, merupakan investasi jangka panjang. Ini upaya sistematis untuk mengurangi kekurangan tenaga medis, sekaligus meningkatkan layanan kesehatan secara berkelanjutan.
Misi Infrastruktur: Membangun Harapan Kemajuan
Lawatan Bupati Yusra ke Jakarta bertemuan dengan Direktur Lion Air Group untuk memaksimalkan potensi Bandara Lolak adalah langkah konkret dalam menghubungkan Bolmong dengan dunia luar. Pengembangan rute baru Lolak-Manado, Lolak-Gorontalo, hingga Lolak-Jakarta transit Makassar, menjadi pembuka gerbang ekonomi dan pariwisata. Tak bisa dipungkiri transportasi merupakan urat nadi perekonomian, pentingnya konektivitas dalam memacu kemajuan.
Selain itu, Yusra-Dony juga menunjukkan aksi nyata dalam menyelamatkan aset daerah, serta revolusi dalam akuntabilitas. Kasus “hilangnya” dua unit ekskavator milik Pemkab Bolmong secara misterius, yang diduga dikuasai secara pribadi oleh oknum berpengaruh di pemerintahan sebelumnya, adalah cerminan dari sistem busuk yang patut dipangkas.
Keberhasilan mereka menemukan kembali aset-aset tersebut, meskipun dalam kondisi rusak parah, bukan hanya tentang nilai material, tetapi tentang penegasan kembali kedaulatan daerah atas propertinya. Ini adalah sinyal tegas bahwa era “main-main” dengan aset publik telah berakhir.
Tak selesai di ekskavator, Yusra-Dony juga menertibkan asset tanah dan bangunan daerah yang selama ini terbengkalai di Manado, penyelamatan aset senilai Rp40 miliar ini menjadi bukti kegesitan pemerintahan. Menemukan kembali aset yang tidur dan berpotensi disalahgunakan merupakan langkah nyata menjaga integritas keuangan daerah. Yusra-Dony menunjukkan kemauan politik untuk membersihkan lumbung dari tikus birokrasi yang selama ini nyaman bersembunyi.
Terbaru, serta tak kalah penting, Yusra-Dony menempatkan mobil pemadam kebakaran lengkap dengan personelnya di wilayah Dumoga Raya. Ini menjawab kebutuhan dasar Masyarakat akan keamanan dari bencana kebakaran. Ternyata pembangunan infrastruktur yang manfaat tak hanya berbentuk megaproyek miliyaran rupiah, memberikan layanan esensial yang langsung menyentuh warga justru dampaknya lebih nyata.
Misi Perekonomian Kreatif: Menggali Potensi Lokal
Perjumpaan Bupati Yusra dengan Menteri UMKM, Maman Abdurrahman yang membahas potensi pengembangan UMKM di Bolmong menjadi indikator nyata bahwa pemerintahan ini memahami bahwa ekonomi kerakyatan adalah tulang punggung kesejahteraan Masyarakat. Yusra-Dony sadar UMKM adalah mesin penggerak ekonomi yang paling nyata.
Maka dukungan dalam akses pemodalan, pendampingan pelaku UMKM, dan pelatihan kewirausahaan merupakan investasi yang patut diperhatikan demi mewujudkan kemandirian ekonomi. Disini letak pentingnya penyusunan roadmap pengembangan UMKM dan akses pembiayaan yang mudah merupakan implementasi dari janji menciptakan ekosistem UMKM yang berkelanjutan di Bolmong.
Misi Harmoni dan Toleransi: Fondasi Kebersamaan
Gagasan untuk menyelenggarakan Festival Kebudayaan Bolmong setiap tahun adalah sebuah upaya yang patut diacungi jempol. Bolmong, dengan segala kemajemukan etnis dan agama, adalah miniatur Indonesia.
Festival ini bukan sekadar hiburan, melainkan wadah silaturahmi, penguat persaudaraan, dan penegasan identitas kebhinekaan. Di tengah polarisasi yang kian memanas, upaya menjaga harmoni sosial adalah sebuah kemewahan yang harus terus dipupuk.
Kritik: Narasi yang Belum Menjadi Aksi
Namun, dalam ruang publik, apresiasi selalu harus berdampingan dengan kritik. Bukankah cinta yang tak berani mengkritik hanyalah kekaguman kosong? Di balik narasi-narasi yang mengkilap, ada celah-celah yang menuntut perhatian serius. Kritik bukan untuk menjatuhkan, melainkan untuk membangun, untuk menggarisbawahi area-area yang masih memerlukan sentuhan substansi, bukan sekadar polesan permukaan.
Misi Pemberdayaan Potensi Lokal
Misi “Pemberdayaan potensi lokal dengan penerapan teknologi berbasis kawasan (SDA)” adalah sebuah paradoks. Di tengah segala euforia 100 hari, aspek ini terasa hampa. Penunjukan Dewan Direksi baru BUMD PD Gadasera setelah vakum sejak 2012 boleh jadi langkah awal perbaikan, tetapi apakah itu sudah cukup?
Potensi lokal Bolmong sangat besar, baik dari segi sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Namun, tanpa penerapan teknologi yang inovatif dan tepat sasaran, potensi tersebut hanya sebatas potensi tanpa pernah menjadi aktualisasi nyata. Inilah ruang yang paling membutuhkan sentuhan strategis, bukan sekadar sentuhan simbolis.
Bagaimana teknologi dapat digunakan untuk meningkatkan nilai tambah produk lokal, bagaimana inovasi dapat diterapkan untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan? Pertanyaan-pertanyaan ini masih menggantung di udara.
Komitmen Pusat: Antara Janji dan Implementasi
Kunjungan Bupati Yusra untuk bertemu sejumlah menteri di Jakarta merupakan langkah politik cerdik yang menunjukkan ambisi untuk menarik perhatian pemerintah pusat. Namun, pertemuan dengan Menko PMK Muhaimin Iskandar, Menteri UMKM Maman Abdurrahman, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, dan Menpora Dito Ariotedjo, betapapun pentingnya, hanyalah sebuah awal.
Komitmen mereka terhadap program strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan percepatan pembangunan di Bolmong harus terus dikawal. Janji-janji di atas kertas atau dalam forum-forum resmi seringkali menguap di tengah birokrasi yang kompleks. Pertanyaan krusialnya adalah, bagaimana janji-janji itu akan diterjemahkan menjadi program-program konkret yang benar-benar menyentuh masyarakat Bolmong? Di sinilah realitas akan menguji ketahanan sebuah visi.
Melampaui 100 Hari: Merangkai Visi Menjadi Aksi
Seratus hari kerja baru sebatas prolog dalam cerita, bukan epilog. Harapan adalah kompas yang menuntun langkah selanjutnya, melampaui euforia awal menuju pembangunan berkelanjutan. Di tangan Yusra-Dony, harapan baru mulai bersemi di Bolmong. Langkah-langkah awal mereka patut diacungi jempol, menandakan niat baik dan keseriusan. Tapi, untuk benar-benar membawa Bolmong maju dan sejahtera, ada beberapa hal penting yang perlu terus dipegang:
Kedepankan hasil nyata: Pemerintahan ini perlu fokus pada implementasi praktis yang bisa langsung dirasakan dampaknya, bukan cuma bicara soal narasi-narasi indah. Setiap program harus punya hasil yang jelas dan terukur, bukan cuma jadi janji di atas kertas. Intinya, buktikan dengan karya, bukan hanya kata-kata.
Libatkan rakyat sepenuh hati: Jangan cuma sekadar dengar-dengar saja, tapi ajak masyarakat terlibat aktif dalam setiap keputusan. Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci untuk membangun kepercayaan, memastikan program pemerintah benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat.
Berani Berinovasi dan Beradaptasi: Dunia bergerak cepat, jadi pemerintahan harus terus beradaptasi dan berani berinovasi. Jangan terpaku pada cara-cara lama yang sudah tidak relevan. Ingat prinsip “al-muhafadzah ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah” (mempertahankan yang baik dari masa lalu dan mengambil hal baru yang lebih baik), relevan dalam konteks ini.
Gandeng semua pihak. Pembangunan itu bukan tugas satu atau dua orang saja. Perkuat kolaborasi dengan swasta, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil. Sinergi dari semua pihak akan membawa kita mencapai tujuan yang lebih besar.
Pikirkan Jangka Panjang. Setiap program harus dirancang dengan visi keberlanjutan, baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Jangan sampai program yang berjalan hanya bersifat sementara, lalu berhenti begitu saja.
Seratus hari pertama pemerintahan Yusra-Dony memang baru sekelumit gambaran, sebuah awal dari potensi besar. Pertanyaannya sekarang, akankah momentum ini terus dijaga? Akankah visi “Bolmong JUARA” benar-benar terwujud, atau hanya akan jadi impian indah sebatas narasi politik?
Jawabannya ada pada ketegasan, konsistensi, dan keberanian Yusra-Dony untuk melampaui retorika, dan bertransformasi menjadi aksi konkret. Bolmong menanti, dengan harapan dan kritik yang tak pernah berhenti. (***)