SATUBMR.JAKARTA– Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2007 (Pasal 4) menegaskan bahwa Provinsi DKI Jakarta merupakan daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom di tingkat provinsi.
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara (IKN) berkonsekuensi pada hilangnya status Jakarta sebagai Daerah Khusus Ibukota.
Pertanyaan kemudian, bagaimana status dan peran Jakarta jika tak lagi sebagai Daerah Khusus Ibukota? Apakah Jakarta tetap akan jadi daerah khusus dengan peran-peran yang lain? Atau Jakarta akan jadi sama dengan daerah otonom tingkat provinsi, sebagai mana provinsi lainnya di Indonesia?
Menjawab beberapa pertanyaan di atas, baiknya kita merujuk pada RUU Tentang Provinsi Daerah Khusu Jakarta untuk mengelaborasi status kekhususan yang masih bisa dipertahankan oleh Jakarta beserta peran-peran yang dimainkannya pasca tak lagi menjadi daerah Khusu Ibukota Negara.
Status daerah yang bersifat khusus diberikan kepada daerah otonom yang memiliki Kekhususan dan Keragaman. Daerah yang bersifat khusus di Indonesia menunjuk pada Provinsi DKI, Provinsi Aceh, Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan, dan Provinsi Papua Barat Daya.
Suatu daerah ditetapkan sebagai daerah khusus jika kekhususan itu terkait dengan kenyataan dan kebutuhan politik yang karena posisi dan keadaannya mengharuskan suatu daerah diberikan status khusus yang tidak bisa disamakan dengan daerah lainnya.
Parameter pemberian status kekhususan bagi suatu daerah jika merujuk pada kasus kekhususan Provinsi Aceh dan Provinsi Papua lebih didasarkan pada pertimbangan politis ketimbang aspek lainnya (Ni’matul Huda, Desentralisasi Asimetris, 2014). Karena itu, RUU Daerah Khusus Jakarta mesti mempertimbangan berbagai aspek yang sama komprehensifnya antara satu aspek dengan aspek lainnya, semisal aspek ekonomi, aspek sosial, aspek budaya, maupun aspek politik. Jangan sampai aspek politik Kembali menjadiu aspek dominan dalam penentuan status khusus Jakarta di kemudian hari.
Penetapan Jakarta sebagai daerah khusus pasca pemidahan ibukota ke IKN merupakan wujud dari pada penerapan prinsip kekhususan dan keragaman daerah serta pengakuan dan pengahormatan tehadap satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus (Asymmetric decentralization). RUU DKJ harus mengatur mengenai kekhususan DKJ terkait dengan kenyataan bahwa DKJ berasal dari daerah otonom yang berstatus sebagai ibu kota negara dan telah menjadi pusat kemajuan ekonomi dan bisnis nasional, serta adanya kebutuhan politik pasca pemindahan ibu kota negara ke IKN.
Kekhususan DKJ juga dapat menunjuk pada kenyataan Jakarta yang memiliki luas wilayah paling kecil di Indonesia, yaitu 662,33 km² atau 0,03% dari luas wilayah Negara Indonesia.
Namun Jakarta memiliki Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tertinggi di Indonesia. Tahun 2022, PDRB DKI Jakarta sebesar 3.183,5 trilun Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan sebesar 1.953,5 triliun Atas Dasar Harga Konstan (ADHK).
Atas sejumlah factor di atas, memberikan status khusus kepada Provinsi Jakarta pasca pemindahan Ibukota Negara menjadi hal wajar.
Mengingat peran dan konstribusi yang dimainkan dan disumbangkan oleh Jakarta untuk Indonesia, baik dari sisi ekonomi, sosial politik, maupun budaya, menjadikan Jakarta layak menjadi Daerah Khusus tingkat Provinsi di Indonesia.